Jumat, 22 Agustus 2014

Superkids Tlogo Dringo

Akhirnya aku kembali ke peradaban, setelah selama 41 hari tinggal dan beradaptasi dalam suatu lingkungan baru. Namanya Dukuh Tlogo Dringo, salah satu dukuh dalam kawasan Desa Gondosuli, suatu desa di daerah pegunungan Lawu, masih dalam lingkup Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur.Suasana hijau, sejuk, dan menenangkan hati tidak membuat udara dingin dan suhu 10 derajat bukanlah hal yang menyebalkan bagiku. Keramahan dan ketulusan hati masyarakat, membuatku sedikit melupakan suasana egois dan angkuh warga kota sejenak. Keceriaan anak-anak nya membuatku sadar, hidup ini terlalu singkat untuk dijalani. Semangat warga yang bahkan sudah cukup tua dalam menjalankan pekerjaannya sebagai petani, membuatku sadar betapa hidup itu adalah anugerah terbesar. Aku bahagia, Tuhan. Mungkin seribu kata syukur belum bisa mewakili bagaimana bahagianya aku diberikan mengenal indahnya ciptaanMu, Gondosuli, ya Tlogo Dringo ini.
Pemandangan indah pegunungan Lawu dari depan kamar

Aku berada di depan Kantor Kelurahan Gondosuli

Ridho, Dimas, Thoriq, Marwanto, Lucky, Hengki, Risqy, Restu, Aji, ya mereka 42 hari yang lalu bukan siapa – siapa di hidupku. Mereka hanya anak laki – laki yang merupakan bagian dari SDN 03 Gondosuli, sekolah dasar yang terletak paling ujung perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur di lereng Gunung Lawu, sekolah kecil yang kondisinya cukup memprihatinkan, dengan hanya mempunyai murid sejumlah 41 orang untuk keseluruhan kelas dari kelas satu hingga kelas enam. Bukan hanya itu, tidak adanya Pendidikan Anak Usia Dasar (PAUD) di lingkungan Tlogo Dringo pun menyebabkan banyak anak SDN 03 Gondosuli tidak memiliki kapasitas yang sebanding dengan anak – anak yang menempuh sekolah dasar lainnya. Hal tersebut diperburuk dengan minimnya tenaga pengajar. Tentu sangatlah berbeda dengan kondisi yang ada di kota – kota besar. Sedikit meruntuhkan kepercayaanku kepada pemerintah tentang banyaknya program pendidikan yang seolah sudah meningkatkan pendidikan Indonesia. Ya, mungkin tingkat pendidikan di Indonesia sudah cukup maju, seiring dengan semakin tingginya tingkat kesenjangannya. Miris, kawan.




Foto superkids yang lagi nyiapin diri buat jambore ranting


Kembali kepada kesembilan superkids, ya aku panggil mereka superkids. Di tengah sulitnya persaingan tingkat pendidikan Indonesia, mereka bertahan, masih bertahan dengan kesederhanaan dan semangat belajar mereka. Aku salut, bangga, terharu, bahagia, dan mungkin masih banyak perasaanku yang tak bisa aku ungkapkan hanya dengan satu atau dua kata. Mereka, ya, mereka yang menjadi salah satu dari sekian banyak guru yang telah masuk dalam kehidupanku.

Mereka yang membukakan mataku, “Kak, liat kesini, jangan cuma liat kondisi sekolah yang ada di kota. Kami nyata kak, kami bukan masa lalu. Kami ada di jaman ini kak, di jaman demokrasi, di jaman kebebasan pers. Kami ada kak, kami bukan halusinasi. Mungkin banyak teman kami yang mengharumkan nama Indonesia di Internasional, tapi jangan lupakan kami kak, kami ada di sini, kami juga mampu seperti mereka jika kami diberikan kesempatan dan fasilitas yang sama kak. Kami tidak bodoh kak, kami mau belajar kak untuk menjadi pintar seperti kakak. Kami hanya kurang beruntung karena lahir dan besar di lingkungan yang jauh dari kota dan pusat pemerintah kak, jadi kami tidak mendapat kesempatan dan fasilitas yang sama untuk mengembangkan bakat dan minat kami, untuk membantu mengharumkan nama Indonesia di dunia Internasional”. 

Ya, mungkin kalimat – kalimat itu yang bakal keluar dari mulut kecil mereka. Mungkin kalimat – kalimat itu yang bakal keluar, ketika mereka melihat dunia luar secara langsung. Mungkin......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar