Jumat, 30 Mei 2014

Karena aku Minoritas

Terlahir sebagai minoritas merupakan sebuah anugerah terbesar dalam hidupku. Aku belajar banyak tentang arti kehidupan ini dari posisi ku sebagai kaum minoritas. Dengan posisiku itu, aku mampu mengambil berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda dari mereka lainnya. Bahkan, aku seolah mampu bertahan berjalan sendirian melawan arus dalam kerasnya badai.

Bukan hal yang mudah memang, berjalan sendirian, di tengah arus yang sangat kuat dan dominasi dari mereka yang berbeda denganku. Bukan hal yang mudah memang. Terjatuh, bangkit, jatuh lagi, dan harus bangkit lagi SENDIRI itu bukan hal yang mudah.

Bukan hanya permasalahan agama, suku budaya, ataupun ras yang membuatku berbeda dan menjadi minoritas di lingkunganku, namun juga perbedaan pola pikir dan pola hidup berbeda dari lainnya yang membuat hidupku semakin keras. Aku sendiri, namun aku bersyukur, aku tidak pernah SENDIRI :)

Mungkin karna banyaknya "mereka" yang peduli dengan ku, banyaknya dari "mereka" yang mencoba ikut melihat dunia ini dari sudut pandang ku, dan mungkin itu yang dinamakan Toleransi.

Perbedaan itu indah, ketika pelangi tersusun atas berbagai warna.
Perbedaan itu indah, ketika lampu kota kelap kelip, tidak hanya memancarkan satu warna saja.
Perbedaan itu indah, ketika menu makanan dalam sebuah rumah makan tidak hanya satu jenis.
Ya, perbedaan itu indah, kawan :)




Bukan, bukan aku menolak kehadiran mayoritas.
Bukan, bukan karna aku benci dengan mayoritas.
Bukan, bukan juga karna aku tidak mensyukuri kehidupanku sebagai kaum minoritas.


Mungkin karna aku salah satu kaum minoritas yang bisa diterima di lingkunganku, tapi tidak di negeri ku sendiri.
Mungkin karna aku bermimpi terlalu tinggi.
Mungkin..............

Dialog Singkat

*waktu SD*

Temen A: Eh kamu orang Bali ya?

Aku: Iya. Kenapa?

Temen A: Terus agamamu apa?

Aku: Aku Hindu. Kenapa?

Temen A: Oh. Aku pikir Islam.



*waktu SMP*

Temen B: Van, kamu Hindu kan, kalo sembahyang gitu dimana dong?

Aku: di Pura

Temen B: Emang disini ada Pura?

Aku: Ada lah

Temen B: Oh



*waktu SMA*

Temen C: Van, kamu kalo sembahyang pake menyan gitu ya? Sajen – sajen gitu?

Aku: Bukan menyan, namanya dupa. Ya aku emang sembahyang pake persembahan, ya terserah sih mau disebut sajen atau apa.

Temen C: Trus nyembah – nyembah patung gitu ya ?

Aku: Bukan nyembah patung juga kalik -______-, Patung itu cuma simbolis. Kayaknya semua agama dan kepercayaan punya simbolis masing – masing deh.

Temen C: Trus kalo sajennya itu katanya agak gimana gitu ya kalo diinjek, gak boleh gitu ya? Ih, nakutin.

Aku: Bukan gimana – gimana sih. Ya kayak kamu deh, seandainya kamu uda ngasi seseorang kado, sesuatu yang berharga dari kamu untuk dipersembahkan ke dia. Tapi ternyata di tengah jalan, ada orang lain yang dengan pedenya nginjek dan ngerendahin kado itu, kamu marah nggak? Orang yang bakal nerima kado marah gak? Just like that. Kami disini bukan nyembah Tuhan kami kayak seorang dukun dengan ilmu hitamnya. Kami cuma mensyukuri segala rahmatNya dengan persembahan itu, ya yang mungkin dikenal orang sama sajen itu tadi.



*waktu Kuliah*

Temen D: Van, kamu sembahyangnya kapan aja sih?

Aku: Ya, sama kayak kalian. Ada sembahyang rutinnya, sehari 3x, ada juga sembahyang mingguan di Pura, 
trus juga pas hari raya.

Temen D: Trus hari raya mu apa aja? Kayaknya sering banget sembahyangan

Aku: Ya banyak, tapi sayangnya yang diakuin pemerintah sebagai hari libur nasional cuma Nyepi, dan itu liburnya cuma sehari.





Masih banyak percakapan - percakapan lucu yang terkesan mandang aku sebelah mata. Mungkin bukan salah mereka, mungkin itu semua wajar terjadi di tengah negeri yang mengagung-agungkan keseragaman ini. Ataukah hanya aku yang ingat dan menjadikan asas Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar hidup?

say HI to the world :)

Hai !
Kenalin, aku Vania.

*pas di absen*
Guru: "Ni Made?"
Aku: Hadir bu

*pas di kantin*
Temen A: eh namamu Ni Made apa Vania sih?
Aku: ya kan namaku Ni Made Vania kalik -__________-


Yap, kalimat - kalimat kayak gitu uda biasa kejadian di kehidupanku. Biasa sih mungkin bagi beberapa orang, tapi nggak biasa buat aku. Aku? Siapa aku? Aku hanya seorang anak Indonesia yang beruntung karna bisa mencicipi sebagian kecil dari keindahan negeri ini. Aku hanya seorang anak perempuan yang beruntung karna mendapat darah keturunan warga Bali, namun merasakan lahir di tanah Jawa, dan besar di Pulau Timor yang eksotis. Indah kawan :)

Kehidupan yang sangat indah adalah ketika aku yang terlahir dan besar sebagai "minoritas" masih mendapat tempat di tempat tinggalku. Yap, bukan hanya dari suku bangsa yang "minoritas" namun aku juga berasal dari "agama" yang menjadi minoritas di negeriku sendiri.

Sedihkah aku?
Tidak

Minderkah aku?
Tidak

Lalu?

Bangga. Bahagia. Senang. Puas.
Setidaknya aku berhasil mematahkan satu persatu kalimat yang terlihat begitu nyinyir memandangku sebagai kaum minoritas di negeri ini. Setidaknya aku bisa bertahan dan beradaptasi dengan mereka. Setidaknya aku masih mampu :)


Lalu apa kabar dengan saudara di jauh sana?
Bagaimana dengan kaumku di seberang sana?

Minderkah mereka?
Sedihkah mereka?

Entahlah.




Lewat tulisan ini, lewat blog ini, aku harap banyak temen yang ngerasa jadi minoritas, entah dalam konteks apapun, mau berani bersuara, mau berani nyampein apa yang ada di otak kalian, mau berani tampil di muka umum dan depan masyarakat dunia ini :)